Tujuan dan Latar Belakang
Studi sebelumnya : telah diamati bahwa sejumlah kecil martensite (2% atau lebih) mampu menghasilkan sifat Continuous Yielding yang
merupakan karakteristik dari Baja Dual-Phase (terdiri dari 47-74%
Bainite), Baja jenis ini memiliki kekuatan mekanik yang tinggi dengan
keuletan yang baik. Tingkat kekerasan yang dihasilkan melalui strain
hardening pada beberapa contoh baja relatif rendah, oleh karena itu,
penambahan unsur paduan seperti Cr, Mo, atau V dalam pengamatan
diperlukan untuk menambah tingkat kekuatan dari baja dengan paduan
C-Mn-Si.Baja
yang memiliki struktur mikro dimana fasa keras martensite yang tersebar
secara dispersi pada fasa ulet ferrite yang lunak, disebut Dual Phase
Steel. Dual
Phase berarti adanya 2 fasa yang muncul (Ferrite dan Martensite) pada
struktur mikro, meskipun pada kenyataannya terdapat sejumlah kecil
Bainite, Pearlite, dan Austenite. Baja Dual Phase dapat dibuat melalui Hot Rolled Dual Phase (HRDP) dan Cold Rolled Dual Phase (CRDP).
Terdapat beberapa skema pembentukan struktur Dual-Phase:
- Struktur Dual-Phase berkembang selama pendinginan setelah Hot-Rolling.
- Struktur Dual-Phase terbentuk setelah intercritical annealing dari produk hasil roll.
- Pendinginan dengan range kecepatan yang tepat dapat membuat transformasi fasa Austenite ® Ferrite ® Martensite. Intermediet Transformasi Austenite ® Pearlite dan Bainite (biasanya dihindari)
Kombinasi strength dan ductility yang baik dapat diterjadi dengan memunculkan fasa Dual-Phase atau Multiple-phase pada struktur mikro baja.
Prosedur Percobaan
Prosedur Percobaan
1. Komposisi kimia yang digunakan :
2. Baja dipanaskan sebanyak 50 kg pada induksi furnace
3. Setelah itu di forging untuk menghilangkan struktur tertentu, setelah itu di diamkan dalam temperatur 1200°C (suhu dijaga konstan selama 3 jam) lalu dilakukan Hot Rolled menggunalan Rolling Mill Lab.
Untuk lebih meyakinkan dalam mengidentifikasi fasa-fasa yang berbeda, dilakukan Uji kekerasan skala mikro menggunakan alat uji Leitz RZD microhardness. Struktur mikro dianalisa dengan bantuan Leica Q-Win Digital Image Analysis Software. Dilakukan uji tarik menggunakan mesin INSTRON 4210 pada keempat sampel Baja. Standar ASTM (rectangular specimens).
Untuk lebih meyakinkan dalam mengidentifikasi fasa-fasa yang berbeda, dilakukan Uji kekerasan skala mikro menggunakan alat uji Leitz RZD microhardness. Struktur mikro dianalisa dengan bantuan Leica Q-Win Digital Image Analysis Software. Dilakukan uji tarik menggunakan mesin INSTRON 4210 pada keempat sampel Baja. Standar ASTM (rectangular specimens).
Hasil dari Uji Tarik :
Standard Sub-Size untuk uji impact Charpy (ASTM 23-02a) dengan mesin Mohr & Federhaff (PSW-30) pada temperatur Ruang dan temperatur Nitrogen cair. Permukaan patah diamatai melalui SEM. Pengamatan Sifat Deformasi dari fasa yang berbeda terhadap Regangan dilakukan dengan memotong sampel hasil Uji Tarik pada daerah necking (secara longitudinal ). Cara : siapkan thin foil 0.5mm dan 1.5-2.5 mm dari area necking 2 daerah ini akan dipakai untuk menentukan relatifve high-low strain. Thin foil akhir ecara mekanik dan kimiawi didapatkan dengan Fischer twin jet electro polisher : elektrolit (10% asam perklorat dan 90% asam asetat glasial)
Standard Sub-Size untuk uji impact Charpy (ASTM 23-02a) dengan mesin Mohr & Federhaff (PSW-30) pada temperatur Ruang dan temperatur Nitrogen cair. Permukaan patah diamatai melalui SEM. Pengamatan Sifat Deformasi dari fasa yang berbeda terhadap Regangan dilakukan dengan memotong sampel hasil Uji Tarik pada daerah necking (secara longitudinal ). Cara : siapkan thin foil 0.5mm dan 1.5-2.5 mm dari area necking 2 daerah ini akan dipakai untuk menentukan relatifve high-low strain. Thin foil akhir ecara mekanik dan kimiawi didapatkan dengan Fischer twin jet electro polisher : elektrolit (10% asam perklorat dan 90% asam asetat glasial)
ü V = 15-20 Volt
ü Id = 2-5 amps
ü T = -10 ± 5°C
HASIL
1. Struktur Mikro
Struktur mikro dengan menggunakan mikroskop optik dari baja yang telah di Hot Rolling dan di etsa dengan reagen La Pera Setelah
etsa : muncul fasa Martensite (terang/bright), Bainite (coklat/brown),
ferrite (abu-abu/grey). Berlaku pada Gambar (a), (b), (c), (d), hanya
berbeda fraksi. Perbedaan fraksi pada sampel menyebabkan perbedaan pada
kekerasan mikro (mikro hardness), ditunjukan pada Tabel 2. Dari
tabel dapat dilihat bahwa Bainite memiliki fraksi volume yang besar dan
meningkat secara signifikan. Pada Baja A dan B, fraksi Bainite dan
Ferrite hampir sama, tetapi pada Baja C dan D bainite lebih banyak. Fraksi Martensite berkisar antara 2-6%. Keberadaan dari 3 fasa berbeda dalam struktur mikro dibuktikan dengan pengukuran kekeran mikro pada tiap fasa, F = 0.245 N. Nilai kekerasan tertinggi terdapat pada baja D. Struktur
mikro dengan menggunakan TEM. Fasa ferrite pada struktur mikro
berbentuk seperti sel, baik pada bagian yang dekat maupun yang jauh
dari daerah necking dari sampel Uji Tarik, Ukuran sel yang lebih luas menyebabkan kerapatan dislokasi berkurang. Baja A Fig. 3(a) dan 3(b). Fig. 3(c), menunjukan area pada Baja C dengan fasa Bainite yang melimpah (platetlet), Kerapatan dislokasi rendah. Fig. 3(d) menunjukan
area baja B, dimana terdapat 3 fasa yang muncul, terlihat bahwa
struktur ferrite yang berdekatan dengan martensite merupakan daerah
dimana kerapatan dislokasi tinggi, sedangkan daerah dimana ferrite
berdekatan dengan bainite sebaliknya. Kurva Engineering strain-stress pada permulaan necking ditunjukan pada gambr disamping. Ke
empat Baja (A, B, C, D) menunjukan sifat continuos Yielding,
dikarenakan adanya sejumlah fraksi kecil Martensite. Sifat mekanik
tensile empat baja hasil hot rolling pada temperatur ruang disajikan
dalam Tabel 3. Terjadi perbedaan nilai sifat tensile yang signifikan dari masing-masing baja. Contoh :
Baja A memiliki Tensile strength dan yield yang Terendah, sedangkan
baja D memiliki nilai tertinggi. Keempat baja memiliki keuletan yang
tinggi dan rasio antara Ys/UTS berkisar 0.55-0.65. Fig. 5 menggambarkan kekuatan tarik vs. %
elongasi dari 4 baja. Kombinasi antara kekuatan tarik dan % elongasi
terbaik ditunjukan oleh Baja B. meskipun baja D menunjukan nilai
kekuatan tarik tertinggi. Tabel 4 nilai Charpy Impact Toughness dari Baja pada temperatur ruang dan temperatur -40°C.
pada kedua suhu ini Baja A memiliki nilai energi Charpy Impact
tertinggi (58.8 dan 21.6 Joule) sedangkan baja B memiliki energi
terendah (33.9 dan 6.7 Joule). Fig. 6 menunjukan plot hasil antara Tensile strength dan Charpy Impact Energy pada temperatur ruang dan temperatur -40°C.
2. Sifat Pengerasan Regangan (Strain Hardening)
Tensile
stress-strain data dianalisa menggunakan turunan Crussard-Jaoul (C-J),
Hollomon, metodenya berdasarkan relasi power Ludwik : Dimana s merupakan tegangan sebenarnya, n ialah eksponen work hardening, dan so serta k adalah konstanta bahan. Logaritmik dari persamaan (1) setelah diturunkan terhadap e : Pada plot ln(dsso/de )lne , kemiringan garis ialah (n-1), saat berpotongan dengan ln e=0 menghasilkan (kn), sehingga n, k, dan so dapat ditentukan. Hasil dari penjabaran diatas digambarkan pada Fig. 7 , gambar ini mengindikasikan 2 tahap sifat deformasi : penurunan pada nilai n dan
kenaikan pada regangan (strain). Jangkauan nilai n antara 0.53 - 0.7
pada tahap awal deformasi, -0.08 – 0.25 pada tahap deformasi kedua.
Pembahasan
Pada
dasarnya baja dual-phase Ferrite-Bainite yang digunakan dalam percobaan
mengandung maximum Martensite 6%. Pada baja A dan B fasa Ferrite dan
Bainite terdapat dalam jumlah yang hampir sama, Baja C memiliki jumlah
maksimum fasa Bainite (74%), baja D memiliki jumlah yang sedikit lebih
rendah (65%). Baja dual-phase full Ferrite-Bainite menunjukan sifat discontinous yielding pada kurva stress-strain. Tapi pada Fig. 4 ditunjukan
bahwa sifatnya continous yielding, yang merupakan karakteristik baja
dual-phase Ferrite-Martensite. Yang disebabkan adanya martensite pada
baja dual-phase Ferrite-Bainite sebanyak 2.1 – 5.8 %. Rigsbee
et al, menyebutkan bahwa dibutuhkan paling tidak 4% Martensite untuk
menghasilkan sifat continous yielding pada baja dual-phase
Ferrite-Martensite. Hasil
TEM mengindikasikan densitas dislokasi pada daerah dimana Ferrite
berdekatan dengan Martensite tinggi, dan pada daerah Ferrite-Bainite
relatif rendah. Beberapa bukti yang mengindikasikan adanya kerapatan dislokasi bainite lebih tinggi dibanding pada ferrite allotriomorphic yang memiliki bentuk berbeda pada transformasi temperaturnya. Penelitian yang dilakukan oleh Smith dan Graft et al mendukung bukti tersebut, oleh sebab itu, kebutuhan ekstra dislokasi yang bergerak untuk menghasilkan continous elongasi pada ferrite-bainite lebih rendah dibanding pada matriks ferrite murni. Hal ini menyebabkan dengan Volume fraksi martensite yang rendah (~2%) pada matriks Ferrite-Bainite cukup baik untuk menghasilkan sifa Continous Yielding pada baja. Sejumlah
besar Mn berfungsi untuk pengstabil Austenite dan menghalangi
pembentukan pearlite. Adanya V, Mo ataupun Cr juga menghambat
pembentukan pearlite, sehingga memungkinkan terbentuknya Dual-Phase
dalam struktur mikro. Adanya unsur pembentuk karbida : V, Mo, Cr pada
Baja B, C, dan D memungkinkan terbentuknya Fe3C yang terdapat dalam daerah bainite. Sehingga jumlah karbon yang berdifusi keluar austenite menurun karena
terikat dalam bentuk partikel karbida menyebabkan kadar karbon yang
terdapat dalam austenite sisa tidak memenuhi syarat untuk
bertransformasi ke tingkat yang lebih bawah lagi (pada diagram CCT-TTT)
;
Martensite ® Baja A memiliki fasa Martensite lebih banyak dibanding baja B, C, dan D.
BAJA
|
Yield Strength
|
UTS
|
A
|
Low
|
Low
|
B-C
|
Intermediet
|
Intermediet
|
D
|
High
|
High
|
Analisa C-J menunjukan bahwa percobaan Baja Dual-Phase Ferrite-Bainite terdeformasi dalam dua tahapan, Tahap 1 : kemungkinan
melibatkan deformasi dari matrix Ferrite yang lebih halus. Kemiringan
sedikit pada tahap awal ini untuk semua sampel baja dibandingkan dengan
tahap 2 dimana fasa bainite yang lebih keras terdeformasi. Nilai
negatif dari n dikarenakan oleh internak stress yang tinggi akibat
kerapatan cacat kisi yang tinggi / ketidakseragaman struktur mikro
akibat adanya fasa Ferrite, Bainite, dan Martensite. Baja dual-phase
Ferrite-Bainite konvensional memiliki karakteristik salah satunya
Continous Yielding, nilai eksponen work hardening yang tinggi (~0.2) dan rasio Ys/UTS moderate (~0.55
– 0.65). Setelah di hot rolling terdiri dari 3 fasa : Ferrite (23 –
51%), Bainite (47 – 74%), dan Martensite (2 – 6%). Hasil berupa Baja
Dual-pahse Ferrite-Bainite, dengan struktur mikro yang mengandung
Ferrite-Bainite-Martensite dangan cara Hot Rolling, 600-700 Mpa, dapat
diproduksi di industri dengan menggunakan fasilitas yang ada pada Plant
Baja. Properties/ sifat yang dihasilkan dapat dibandingkan dengan baja
Dual-pahse Ferrite-Bainite konvensional, sehingga baja ini dapat
dipakai/diaplikasikan pada dunia otomotif seperti Wheel disc.
Kesimpulan
- Sejumlah kecil ( 2% atau lebih fraksi volume) Martensite cukup untuk menghasilkan sifat continous yielding pada baja dual-phase Ferrite-Bainite.
- Baja dual-phase Ferrite-Bainite mengandung sejumlah besar Bainite akan menghasilkan paduan antara high strength dan ductility yang memadai.
- Penambahan dari unsur paduan seperti Cr, Mo, atau V meningkatkan tingkat kekuatan dari fasa-fasa yang berbeda.
- Seluruh sampel baja menunjukan kecenderungan dua tahap work hardening, tiap tahap memiliki nilai eksponen work hardening (n) yang berbeda.
No comments:
Post a Comment